PEMEROLEHAN
BAHASA PERTAMA
Oleh M. Rama Sanjaya
I.
PENDAHULUAN
Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di
dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa
ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa.
Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu
seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa
pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan
pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua Chaer (2003:167). Selama pemerolehan bahasa pertama, Chomsky menyebutkan bahwa ada dua proses
yang terjadi ketika seorang kanak-kanak memperoleh bahasa pertamanya. Proses
yang dimaksud adalah proses kompetensi dan proses performansi. Kedua
proses ini merupakan dua proses yang berlainan. Kompetensi adalah proses
penguasaan tata bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik) secara
tidak disadari. Kompetensi ini dibawa oleh setiap anak sejak lahir. Meskipun
dibawa sejak lahir, kompetensi memerlukan pembinaan sehingga anak-anak memiliki performansi
dalam berbahasa. Performansi adalah kemampuan anak menggunakan bahasa untuk
berkomunikasi. Performansi terdiri dari dua proses, yaitu proses pemahaman dan
proses penerbitan kalimat-kalimat. Proses pemahaman melibatkan kemampuan
mengamati atau mempersepsi kalimat-kalimat yang didengar, sedangkan proses
penerbitan melibatkan kemampuan menghasilkan kalimat-kalimat sendiri Chaer (2003:167).
Selanjutnya,
Chomsky juga beranggapan bahwa pemakai bahasa mengerti struktur dari bahasanya
yang membuat dia dapat mengkreasi kalimat-kalimat baru yang tidak terhitung
jumlahnya dan membuat dia mengerti kalimat-kalimat tersebut. Jadi, kompetensi
adalah pengetahuan intuitif yang dipunyai seorang individu mengenai bahasa
ibunya (native languange). Intuisi linguistik ini tidak begitu saja ada,
tetapi dikembangkan pada anak sejalan dengan pertumbuhannya, sedangkan
performansi adalah sesuatu yang dihasilkan oleh kompetensi.
Hal yang
patut dipertanyakan adalah bagaimana strategi anak dalam memperoleh bahasa
pertamanya dan apakah setiap anak memiliki strategi yang sama dalam memperoleh
bahasa pertamanya? Berkaitan dengan hal ini, Dardjowidjojo, (2005:243--244) menyebutkan bahwa pada umumnya kebanyakan ahli kini berpandangan bahwa
anak di mana pun juga memperoleh bahasa pertamanya dengan memakai strategi yang
sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia
yang sama, tetapi juga oleh pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak
telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat dilahirkan. Di samping itu, dalam
bahasa juga terdapat konsep universal sehingga anak secara mental telah
mengetahui kodrat-kodrat yang universal ini.
Permasalahan
kita saat ini adalah bagaimanakah tahap-tahap pemerolehan bahasa pertama yang
terjadi pada anak-anak? untuk menjawab permasalahan tersebut mari kita simak
lebih lanjut tulisan ini.
II.PEMBAHASAN
A. Tahap-Tahap
Pemerolehan Bahasa Pertama
Perlu untuk
diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa B1
dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. B1 diperolehnya dalam
beberapa tahap dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari
bahasa orang dewasa. Menurut para ahli, tahap-tahap ini sedikit banyaknya ada
ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.
Pengetahuan
mengenai pemerolehan bahasa dan tahapnya yang paling pertama di dapat dari
buku-buku harian yang disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu psikolinguistik.
Dalam studi-studi yang lebih mutakhir, pengetahuan ini diperoleh melalui
rekaman-rekaman dalam pita rekaman, rekaman video, dan eksperimen-eksperimen
yang direncanakan. Ada sementara ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan
bahasa ke dalam tahap pralinguistik dan linguistik. Akan tetapi,
pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap
pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi
seperti tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus)
semata-mata, yaitu respons otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit,
keinginan untuk digendong, dan perasaan senang. Oleh karena itu, tahap-tahap
pemerolehan bahasa yang dibahas dalam makalah ini adalah tahap linguistik
yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan (babbling);
(2) tahap satu kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap
menyerupai telegram (telegraphic speech).
1.Vokalisasi
Bunyi
Pada umur
sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk teriakan,
rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan
atau vokal. Akan tetapi, bunyi-bunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya
karena memang belum terdengar dengan jelas.
Setelah
tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh merupakan
ujaran yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun
umur si bayi mengoceh tak dapat ditentukan dengan pasti. Mar’at (2005:43)
menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5 dan 6 bulan.
Dardjowidjojo (2005: 244) menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur
6 bulan. Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh
terjadi pada umur 8 sampai dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini
dapat saja. Yang perlu diingat bahwa kemampuan anak berceloteh tergantung pada
perkembangan neurologi seorang anak.
Pada tahap
celoteh ini, anak sudah menghasilkan vokal dan konsonan yang berbeda seperti
frikatif dan nasal. Mereka juga mulai mencampur konsonan dengan vokal.
Celotehan dimulai dengan konsonan dan diikuti dengan vokal. Konsonan yang
keluar pertama adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya
adalah /a/. dengan demikian, strukturnya adalah K-V. Ciri lain dari celotehan
adalah pada usia sekitar 8 bulan, stuktur silabel K-V ini kemudian diulang
sehingga muncullah struktur seperti:
K1 V1 K1 V1
K1 V1…papapa mamama bababa…
Orang tua
mengaitkan kata papa dengan ayah dan mama dengan ibu
meskipun apa yang ada di benak tidaklah kita ketahui. Tidak mustahil celotehan
itu hanyalah sekedar artikulatori belaka Djardjowidjojo (2005:245).
Begitu anak
melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen fonetik yang
merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan. Mereka
belajar bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe
dan kata-kata. Cara anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah
dengan menggunakan teori hypothesis-testing Clark & Clark (dikutip Mar’at 2005:43). Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai
hipotesis tentang bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.
Pada
tahap-tahap permulaan pemerolehan bahasa, biasanya anak-anak memproduksi
perkataan orang dewasa yang disederhanakan sebagai berikut.
(1) menghilangkan konsonan
akhir
blumen bu
boot bu
(2) mengurangi kelompok
konsonan menjadi segmen tun
batre bate
bring bin
(3)
menghilangkan silabel yang tidak diberi tekanan
kunci ti
semut emut
(4)
reduplikasi silabel yang sederhana
pergi gigi
nakal kakal
Menurut beberapa hipotesis, penyederhanaan ini disebabkan oleh memory
span yang terbatas, kemampuan representasi yang terbatas, kepandaian
artikulasi yang terbatas Mar’at (2005:46--47).
Apakah tahap
celoteh ini penting bagi si anak. Jawabannya tentu saja penting. Tahap celoteh
ini penting artinya karena anak mulai belajar menggunakan bunyi-bunyi ujaran
yang benar dan membuang bunyi ujaran yang salah. Dalam tahap ini anak mulai
menirukan pola-pola intonasi kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa.
2. Tahap Satu Kata atau Holofrastis
Tahap ini
berlangsung ketika anak berusia antara 12 dan 18 bulan. Ujaran-ujaran yang
mengandung kata-kata tunggal diucapkan anak untuk mengacu pada benda-benda yang
dijumpai sehari-hari. Pada tahap ini pula seorang anak mulai menggunakan
serangkaian bunyi berulang-ulang untuk makna yang sama. pada usia ini pula,
sang anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna dan mulai
mengucapkan kata-kata yang pertama. Itulah sebabnya tahap ini disebut tahap
satu kata satu frase atau kalimat, yang berarti bahwa satu kata yang
diucapkan anak itu merupakan satu konsep yang lengkap, misalnya “mam” (Saya
minta makan); “pa” (Saya mau papa ada di sini), “Ma” (Saya mau mama ada di
sini).
Mula-mula, kata-kata itu diucapkan anak itu kalau rangsangan ada di
situ, tetapi sesudah lebih dari satu tahun, “pa” berarti juga “Di mana papa?”
dan “Ma” dapat juga berarti “Gambar seorang wanita di majalah itu adalah mama”.
Menurut pendapat beberapa peneliti bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini
mempunyai tiga fungsi, yaitu kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu
sendiri atau suatu keinginan untuk suatu perilaku, untuk mengungkapkan suatu
perasaan, untuk memberi nama kepada suatu benda. Dalam bentuknya, kata-kata
yang diucapkan itu terdiri dari konsonan-konsonan yang mudah dilafalkan seperti
m,p,s,k dan vokal-vokal seperti a,i,u,e.
3.
Tahap Dua
Kata, Satu Frase
Tahap ini berlangsung ketika anak berusia 18--20 bulan. Ujaran-ujaran yang terdiri atas dua kata
mulai muncul seperti mama mam dan papa ikut. Kalau pada tahap
holofrastis ujaran yang diucapkan si anak belum tentu dapat ditentukan makna,
pada tahap dua kata ini, ujaran si anak harus ditafsirkan sesuai dengan
konteksnya. Pada tahap ini pula anak sudah mulai berpikir secara “subjek +
predikat” meskipun hubungan-hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan
jamak belum dapat digunakan. Dalam pikiran anak itu, subjek + predikat dapat
terdiri atas kata benda + kata benda, seperti “Ani mainan” yang berarti “Ani
sedang bermain dengan mainan” atau kata sifat + kata benda, seperti “kotor
patu” yang artinya “Sepatu ini kotor” dan sebagainya.
4. Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word
utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu
membentuk kalimat dan mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak
berkembang dengan pesat mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan
kata-kata semakin mirip dengan bahasa orang dewasa.
Selain tahap pemerolehan bahasa yang disebutkan di atas, ada juga para
ahli bahasa seperti Aitchison mengemukakan beberapa tahap pemerolehan bahasa
anak.
Tahap 1:
Mendengkur
Tahap ini mulai berlangsung pada anak usia sekitar enam minggu. Bunyi
yang dihasilkan mirip dengan vokal tetapi tidak sama dengan bunyi vokal orang
dewasa.
Tahap 2:
Meraban
Tahap ini berlangsung ketika usia anak mendekati enam bulan. Tahap
meraban merupakan pelatihan bagi alat-alat ucap. Vokal dan konsonan dihasilkan
secara serentak.
Tahap 3:
Pola intonasi
Anak mulai menirukan pola-pola intonasi. Tuturan yang dihasilkan mirip
dengan yang diucapkan ibunya.
Tahap 4:
Tuturan satu kata
Pada umur satu tahun sampai delapan belas bulan anak mulai mengucapkan
tuturan satu kata. Pada usia ini anak memperoleh sekitar lima belas kata
meliputi nama orang, binatang, dan lain-lain.
Tahap 5:
Tuturan dua kata
Umumnya pada usia dua setengah tahun anak sudah menguasai beberapa ratus
kata. Tuturan hanya terdiri atas dua kata.
Tahap 6:
Infleksi kata
Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi mulai digunakan. Dalam bahasa
Indonesia yang tidak mengenal istilah infleksi, mungkin berwujud pemerolehan
bentuk-bentuk derivasi, misalnya kata kerja yang mengandung awalan atau
akhiran.
Tahap 7:
Bentuk Tanya dan bentuk ingkar
Anak mulai memperoleh kalimat tanya dengan kata tanya seperti apa,
siapa, kapan, dan sebagainya. Di samping itu anak juga sudah mengenal bentuk
ingkar.
Tahap 8:
Konstruksi yang jarang atau kompleks
Anak sudah mulai berusaha menafsirkan meskipun penafsirannya dilakukan
secara keliru. Anak juga memperoleh kalimat dengan struktur yang rumit, seperti
pemerolehan kalimat majemuk.
Tahap 9:
Tuturan yang matang
Pada tahap ini anak sudah dapat menghasilkan kalimat-kalimat seperti
orang dewasa.
B. Proses
Perkembangan Bahasa Anak
1. Fonologi
Anak menggunakan bunyi-bunyi yang telah dipelajarinya dengan bunyi-bunyi
yang belum dipelajari, misalnya menggantikan bunyi /l/ yang sudah dipelajari
dengan bunyi /r/ yang belum dipelajari. Pada akhir periode berceloteh, anak
sudah mampu mengendalikan intonasi, modulasi nada, dan kontur bahasa yang
dipelajarinya.
2.
Morfologi
Pada usia 3 tahun anak sudah membentuk beberapa morfem yang menunjukkan
fungsi gramatikal nomina dan verba yang digunakan. Kesalahan gramatika sering
terjadi pada tahap ini karena anak masih berusaha mengatakan apa yang ingin dia
sampaikan. Anak terus memperbaiki bahasanya sampai usia sepuluh tahun.
3.
Sintaksis
Alamsyah (2007:21) menyebutkan bahwa anak-anak mengembangkan tingkat
gramatikal kalimat yang dihasilkan melalui beberapa tahap, yaitu melalui
peniruan, melalui penggolongan morfem, dan melalui penyusunan dengan cara
menempatkan kata-kata secara bersama-sama untuk membentuk kalimat.
4. Semantik
Anak menggunakan kata-kata tertentu berdasarkan kesamaan gerak, ukuran,
dan bentuk. Misalnya, anak sudah mengetahui makna kata jam. Awalnya anak hanya
mengacu pada jam tangan orang tuanya, namun kemudian dia memakai kata tersebut
untuk semua jenis jam.
C.
Teori-Teori
tentang Pemerolehan Bahasa Pertama
Menurut Chaer (2009:221) ada beberapa
teori tentang pemerolehan bahasa pertama yaitu sebagai berikut.
1.
Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat
diamati langsung dan hubungan antara rangsangan (stimulus) dan reaksi
(response). Perilaku bahasa yang efektif adalah membuat reaksi yang
tepat terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jika reaksi
tersebut dibenarkan. Dengan demikian, anak belajar bahasa pertamanya.
Sebagai contoh, seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali.
Sudah pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang
mendengar kata tersebut. Apabila sutu ketika si anak mengucapkan barangkali
dengan tepat, dia tidak mendapat kritikan karena pengucapannya sudah benar.
Situasi seperti inilah yang dinamakan membuat reaksi yang tepat terhadap
rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.
2.
Teori Nativisme
Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya, bahasa hanya dapat
dikuasai oleh manusia, binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia.
Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama,
perilaku berbahasa adalah sesuatu yang diturunkan (genetik), setiap bahasa
memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal), dan
lingkungan memiliki peran kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua,
bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga,
lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan
tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut aliran ini, bahasa adalah sesuatu yang kompleks dan rumit
sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui “peniruan”.
Nativisme juga percaya bahwa setiap manusia yang lahir sudah dibekali dengan
suatu alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition device, disingkat
LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa
yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai contoh, seorang anak yang
dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa
pertamanya.
3.
Teori Kognitivisme
Menurut teori ini, bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah,
melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan
kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan
pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Jadi,
urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa Chaer
(2003:223). Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat
Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak
dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks, abstrak, dan khas. Begitu juga
dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah.
4.
Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan
hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa.
Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan
“input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah
memiliki LAD sejak lahir. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin
anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.
III.
Kesimpulan
Pemerolehan bahasa pertama adalah proses penguasaan bahasa pertama oleh
si anak. Selama penguasaan bahasa pertama ini, terdapat dua proses yang
terlibat, yaitu proses kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini
tentu saja diperoleh oleh anak secara tidak sadar.
Ada beberapa tahap yang dilalui oleh sang anak selama memperoleh bahasa
pertama. Tahap yang dimaksud adalah vokalisasi bunyi, tahap
satu-kata atau holofrastis, tahap dua-kata, tahap dua-kata, ujaran
telegrafis. Selain tahap pemerolehan bahsa seperti yang telah disebutkan
ini, ada juga para ahli bahasa, seperti Aitchison mengemukakan beberapa tahap
pemerolehan bahasa anak. Tahap-tahap yang dia maksud adalah mendengkur,
meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata,
bentuk tanya dan bentuk ingkar, konstruksi yang jarang atau kompleks, tuturan
yang matang. Meskipun terjadi perbedaan dalam hal pembagian tahap-tahap yang
dilalui oleh anak saat memperoleh bahasa pertamanya, jika dilihat secara
cermat, pembahasan dalam setiap tahap pemerolehan bahasa pertama anak memiliki
kesamaan, yaitu adanya proses fonologi, morfologi, sintaksis, semantik,
pragmatik.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Teuku.
1997. Pemerolehan Bahasa Kedua (Second Language Acqusition). Diktat
Kuliah Program S-2. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik:Kajian
Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik:Kajian
Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo,
Soenjono. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.
Jakarta: Yayasan Obor.
Mar’at,
Samsunuwiyati. 2005. Psikolinguistik Suatu Pengantar. Bandung: PT
Refika Aditama.
Hard Rock Casino Hotel & Spa: New Buffalo Hotels and Resorts
BalasHapuswith the Hard 진주 출장샵 Rock Hotel & Casino & 충주 출장샵 Spa® 포천 출장마사지 in New Buffalo. We have over 1,600 of the 제주 출장샵 hottest new slot machines 의왕 출장샵 and hotel-casino amenities.