AKSIOLOGI :
ILMU, MORAL, TANGGUNG JAWAB SOSIAL ILMUAN, DAN REVOLUSI
GENETIKA
A.Pendahuluan
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan
ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan
mudah. Dan merupakan kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa peradaban
manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia
seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah
kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan
kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan
lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam
mencapai tujuan hidupnya.
Suriasumantri (2000:231) mengemukakan dewasa ini ilmu bahkan sudah
berada diambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia
itu sendiri. Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai
tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu
sendiri. Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan
masalah-masalah moral namun dalam perspektif
atau pandangan yang berbeda.
Darsono (2010:247) mengemukakan moral adalah sistem
nilai (sesuatu yang dijunjung tinggi)
yang berupa ajaran (agama) dan paham (ideologi)sebagai pedoman untuk bersikap
dan bertindak baik yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Tujuan
moral adalah mengarahkan sikap dan perilaku manusia agar menjadi baik sesuai
dengan ajaran dan paham yang dianutnya.
Manfaat moral adalah menjadi pedoman
untuk bersikap dan bertindak atau berperilaku dalam interaksi sosial
yang dinilai baik atau buruk. Tanpa memiliki moral, seseorang akan bertindak
menyimpang dari norma dan nilai sosial dimana mereka hidup dan mencari
penghidupan.
Tanggung jawab sosial ilmuan adalah suatu
kewajiban seorang ilmuwan untuk mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian
permasalahan sosial tersebut. Tanggung jawab merupakan hal yang ada pada setiap
makhluk hidup. Hal demikian dapat dilihat pada manusia yang menunjukkan
tanggung jawabnya dengan merawat dan mendidik anaknya sampai dewasa. Tanggung
jawab terdapat juga pada bidang yang ditekuni oleh manusia, seperti negarawan,
budayawan, dan ilmuan. Tanggung jawab tidak hanya menyangkut subjek dari
tanggung jawab itu sendiri, seperti makhluk hidup atau bidang yang ditekuni
oleh manusia akan tetapi juga menyangkut objek dari tanggung jawab, misalnya
sosial, mendidik anak, memberi nafkah
dan sebagainya (http://iqbalsatu.blogspot.com/2011/10/
tanggung-jawab-sosial-ilmuan-html).
Suriasumantri
(2005:253) mengemukakan pengertian revolusi genetika merupakan babakan baru
dalam sejarah keilmuan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh
manusia sebagai obyek penelaahan itu sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa
sebelumnya tidak pernah ada penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan jasad
manusia, namun penelaahan ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan
teknologi, dan tidak membidik secara langsung manusia sebagai obyek penelaahan.
Dalam
makalah ini akan dibahas tentang :
- Hubungan antara
ilmu dan moral
- Tanggung jawab
ilmuan di masyarakat
B. Pembahasan
1.Ilmu
Ihsan
(2010:57) mengemukakan kata ilmu berasal dari bahasa Arab (alima) dan berarti
pengetahuan. Pemakaian kata itu dalam bahasa Indonesia kita ekuivalenkan dengan
istilah science. Science berasal dari bahasa latin scio, scire, yang juga
berarti pengetahuan.
Berdasarkan kedua
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang
disusun secara sistematis, konsisten, dan kebenarannya telah diuji secara
empiris.
Kasmadi (dikutip Ihsan, 2010:115--116) mengemukakan sifat ilmiah dalam
ilmu dapat diwujudkan, apabila dipenuhi syarat-syarat yang intinya adalah
sebagai berikut.
- Ilmu harus
mempunyai objek, berarti kebenaran yang hendak diungkapkan dan dicapai
adalah persesuaian antara pengetahuan dan objeknya
- Ilmu harus
mempunyai metode, berarti untuk mencapai kebenaran yang objektif, ilmu
tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi
- Ilmu harus
sistematik, berarti dalam memberikan pengalaman, objeknya dipadukan secara
harmonis sebagai suatu kesatuan yang teratur
4. Ilmu bersifat universal, berarti kebenaran
yang diungkapkan oleh ilmu tidak bersifat khusus melainkan berlaku umum
2.Moral
Surajiyo (2009:147) mengemukakan moral berasal dari kata Latin mos jamaknya mores yang berarti adat atau cara hidup. Etika dan moral sama
artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau
moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai. Adapun etika dipakai
untuk pengkajian sistem nilai yang ada. Sementara itu Ihsan (2010:271)
menyebutkan Kata moral dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang melahirkan etika. Sebagai cabang filsafat, etika sangat
menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat nilai (takaran, harga, angka
kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat yang penting/berguna) dan moral tersebut
serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral
itu. Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat disimpulkan pengertian dari moral
adalah Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia
yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk.
3. Tanggung Jawab Ilmuan
Jika dinyatakan bahwa ilmu
bertanggung jawab atas perubahan sosial, maka hal itu berarti (1) ilmu telah
mengakibatkan perubahan sosial dan juga (2) ilmu
bertanggung jawab atas sesuatu yang bakal terjadi. Jadi tanggung jawab tersebut
bersangkut paut dengan masa lampau dan juga masa depan. Yang perlu diperhatikan
ialah bahwa apa yang telah terjadi sebenarnya tidak mutlak harus terjadi dan
apa yang bakal terjadi tidak perlu terjadi; hal itu semata-mata bergantung
kepada keputusan manusia sendiri (Ihsan, 2010: 281).
Menurut Abbas Hama (dikutip Surajiyo, 2008:153) Para
ilmuan sebagai orang yang professional dalam bidang keilmuan sudah barang tentu
mereka juga memiliki visi moral, yaitu moral khusus sebagai ilmuan. Moral
inilah didalam filsafat ilmu disebut juga sebagai sikap ilmiah. Menurut Abbas (dikutip Surajiyo, 2008:156) sedikitnya ada enam sikap ilmiah yang perlu dimiliki
oleh para ilmuan yaitu :
1. Tidak ada rasa pamrih
(disinterstedness), artinya suatu sikap diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif dengan
menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi.
2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang
tujuannya agar para ilmuan
Mampu mengadakan pemilihan terhadap segala sesuatu yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang beragam, metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya atau cara penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing menunjukkan akurasinya.
Mampu mengadakan pemilihan terhadap segala sesuatu yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang beragam, metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya atau cara penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing menunjukkan akurasinya.
3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap
kenyataan maupun
terhadap alat-alat indra serta budi (mind).
terhadap alat-alat indra serta budi (mind).
4. Adanya sikap yang mendasar pada suatu
kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti (conviction) bahwa setiap pendapat
atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.
5. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang
ilmuan harus selalu tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan,
sehingg selalu ada dorongan untuk riset dan riset sebagai aktivitas yang
menonjol dalam hidupnya.
6. Harus
memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu
untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk
pembangunan bangsa dan negara.
Proses
menemukan kebenaran secara ilmiah mempunyai implikasi etis bagi seorang ilmuan.
Karakteristik proses tersebut merupakan kategori moral yang melandasi sikap
etis seorang ilmuan. Kegiatan intelektual yang meninggikan kebenaran sebagai
tujuan akhirnya mau tidak mau akan mempengaruhi pandangan moral. Kebenaran
berfungsi bukan saja sebagai jalan pikirannya namun seluruh jalan hidupnya.
Dalam usaha masyarakat untuk menegakkan kebenaran inilah maka seorang ilmuwan
terpanggil oleh kewajiban sosialnya, bukan saja sebagai penganalisis materi
kebenaran tersebut namun juga sebagai prototipe moral yang baik (Suriasumantri, 2000: 244).
4. Revolusi
Genetika
Ilmu dalam perspektif sejarah
kemanusiaan mempunyai puncak kecemerlangan masing-masing, namun seperti kotak
Pandora yang terbuka, kecemerlangan itu sekaligus membawa malapetaka. Kimia
merupakan kegemilangan ilmu yang pertama yang dimulai sebagaikegiatan pseudo-ilmiah yang bertujuan mencari
obat mujarab untuk hidup abadi dan rumus campuran kimai auntuk mendapatkan
emas. Setelah itu menyusul fisika yang mencari kulminasi pada teori fisika
nuklir. Dan sekarang kita di ambang kurun genetika dengan awal revolusi di
bidang genetika (Suriasumantri, 2000: 253).
Revolusi genetika merupakan
babakan baru dalam sejarah keilmuwan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak
pernah menyentuh manusia sebagai objek penelaahan itu sendiri dan tidak
membidik secara langsung manusia sebagai objek penelaahan. Dengan penelitian
genetika maka masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak lagi menelaah
organ-organ manusia dalam upaya untuk menciptakan teknologi yang memberikan
kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri. Apakah
perubahan yang dilakukan secara moral dapat dibenarkan? (http://rismatp11.blogspot.com/2011/11/aksiologi-ilmu-dan-moral-tanggung-jawab.html).
Penemuan dalam riset genetika akan dipergunakan dengan
itikat baik untuk keluhuran manusia. Bagaimana sekiranya penemuan ini jatuh
kepada pihak yang tidak bertanggung jawab dan mempergunakan penemuan ilmiah ini
untuk kepentingannya sendiri yang bersifat destruktif? Garansi apa yang biasa diberikan bahwa pengetahuan ini tidak akan
dipergunakan untuk tujuan-tujuan seperti itu? Melihat permasalahan genetika
dari sudut ini makin meyakinkan kita bahwa akan lebih banyak keburukannya
dibandingkan dengan kebaikannya sekiranya hakikat kemanusiaan itu sendiri mulai
dijamah (Suriasumantri, 2000: 255).
C.Hubungan antara Ilmu dan Moral
Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri
bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi. Berkat
kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan
secara lebih cepat dan lebih mudah disamping penciptaan berbagai kemudahan
dalam bidang-bidang seperti kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan, dan
komunikasi (Suriasumantri, 2000:229).
Jujun
S. Suriasumantri (dikutip Ihsan, 2010:273) Perkembangan ilmu, sejak
pertumbuhannya diawali dan dikaitkan dengan sebuah kebutuhan kondisi realitas
saat itu. Pada saat terjadi peperangan atau ada keinginan manusia untuk
memerangi orang lain, maka ilmu berkembang, sehingga penemuan ilmu bukan saja
ditujukan untuk menguasai alam melainkan untuk tujuan perang, memerangi semua
manusia dan untuk menguasai mereka. Di pihak lain, perkembangan dan kemajuan
ilmu sering melupakan kedudukan atau faktor manusia. Penemuan ilmu semestinya
untuk kepentingan manusia, jadi ilmu yang menyesuaikan dengan kedudukan
manusia, namun keadaan justru sebaliknya yaitu manusialah yang akhirnya harus
menyesuaikan diri dengan ilmu.
Jadi
ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan
mengubah hakikat kemanusiaan. Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu
manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat
kemanusiaan. Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai
tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri.
D.Tanggung Jawab Ilmuwan di Masyarakat
Suriasumantri
(2000:237) mengemukakan Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang
dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Penciptaan ilmu
bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat
sosial. Kreativitas individu yang didukung oleh sistem komunikasi sosial yang
bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu yang berjalan secara efektif.
Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial, bukan saja karena dia adalah
warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat
namun yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam
kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan tidak berhenti pada
penelaahan dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab
agar produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Jika
dinyatakan bahwa ilmu bertanggung jawab atas perubahan sosial, maka hal itu
berarti ilmu telah mengakibatkan perubahan sosial dan juga ilmu bertanggung
jawab atas sesuatu yang bakal terjadi. Jadi tanggung jawab tersebut bersangkut
paut dengan masa lampau dan juga masa depan (Ihsan, 2010:281).
Ilmuan berdasarkan pengetahuannya memiliki
kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Umpamanya saja apakah yang
akan terjadi dengan ilmu dan teknologi kita di masa depan berdasarkan proses
pendidikan keilmuan sekarang. Dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan
juga harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang
seyogyanya mereka sadari (Suriasumantri,
2000:241).
Tanggung
jawab ilmu atas masa depan pertama-tama menyangkut usaha agar segala sesuatu
yang terganggu oleh campur tangan ilmu bakal dipulihkan kembali. Campur tangan
ilmu terhadap masa depan bersifat berat sebelah, karena sekaligus tertuju
kepada keseimbangan dalam alam dan terhadap keteraturan sosial. Gangguan
terhadap keseimbangan alam misalnya pembasmian kimiawi terhadap hama tanaman,
sistem pengairan, dan sebagainya. Perlu diingat bahwa keberatsebelahan itu
sebenarnya bukan hanya karena tanggung jawab ilmu saja, melainkan juga oleh
manusia sendiri (Ihsan, 2010: 282).
Seorang
ilmuan pada hakikatnya adalah manusia yang biasa berpikir dengan teratur dan
teliti. Bukan saja jalan pikirannya mengalir melalui pola-pola yang teratur
namun juga segenap materi yang menjadi bahan pemikirannya dikaji dengan teliti.
Seorang ilmuan tidak menolak atau menerima sesuatu begitu saja tanpa suatu
pemikiran yang cermat. Disinilah kelebihan seorang ilmuan dibandingkan dengan
cara berpikir seorang awam (Suriasumantri, 2000 : 243).
Untuk memahami ihwal tanggung jawab manusia ,
kiranya baik juga diketengahkan dengan singkat alam pikiran Yunani Kuno.
Menurut alam pikiran Yunani Kuno, ilmu adalah theoria, sedangkan keteraturan
alam dan keteraturan masyarakat selalu menurut kodrat Ilahi. Setiap keteraturan
adalah keteraturan ilahi dan alam (karena mempunyai keteraturan) bahkan
dianggap sebagai Ilahi atau sebagai hasil pengaturan Ilahi (Ihsan, 2010: 285).
Di
bidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuan bukan lagi memberikan
informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil di depan bagaimana caranya
bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain,
kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar, dan kalau perlu berani mengakui
kesalahan. Pengetahuan yang dimilikinya merupakan kekuatan yang akan memberinya
keberanian. Demikian juga dalam masyarakat yang sedang membangun maka dia harus
bersikap sebagai seorang pendidik dengan memberikan suri teladan (Suriasumantri,
2000: 244).
Jadi
bila kaum ilmuan konsekuen dengan pandangan hidupnya, baik secara intelektual
maupun secara moral , maka salah satu penyangga masyarakat modern akan berdiri
dengan kukuh. Berdirinya pilar penyangga keilmuan itu merupakan tanggung jawab
sosial seorang ilmuan.
Tanggung
jawab juga menyangkut penerapan
nilai-nilai etis setepat-tepatnya bagi ilmu di dalam kegiatan praktis dan upaya
penemuan sikap etis yang tepat, sesuai dengan ajaran tentang manusia dalam
perkembangan ilmu.
E.Kesimpulan
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Moral adalah
sistem nilai (sesuatu yang dijunjung tinggi) yang berupa ajaran (agama) dan
paham (ideologi) sebagai pedoman untuk bersikap dan bertindak baik yang
diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Jadi hubungan antara ilmu dan
moral adalah sangat erat bahwa setiap usaha manusia untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman dari berbagai segi harus berpedoman pada ajaran agama dan paham ideologi dalam
bersikap dan bertindak. Sementara itu tanggung jawab ilmuwan di masyarakat adalah
suatu kewajiban seorang ilmuan untuk mengetahui masalah sosial dan cara
penyelesaian permasalahan sosial tersebut. Seorang ilmuan mempunyai tanggung
jawab sosial, bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya
terlibat secara langsung di masyarakat namun yang lebih penting adalah karena
dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya
selaku ilmuan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual
namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Ihsan,
Fuad. 2010. Filsafat Ilmu, Jakarta :
Rineka Cipta.
Prawironegoro,
Darsono. 2010. Filsafat Ilmu Pendidikan.
Jakarta : Nusantara
Consulting.
Surajiyo.
2009. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya
di Indonesia. Jakarta :
Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. 2000. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta:
Pustaka
Sinar Harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar