Daftar nilai mahasiswa dapat dilihat pada tabel berikut:
Kamis, 26 Januari 2012
Strategi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia
M. Doni Sanjaya, M. Rama Sanjaya, Awalludin dan Eka Damayanti
I. PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan suatu kegiatan yang terencana dan mempunyai tujuan. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya antara lain diperlukan strategi dan model pembelajaran agar tujuan pembelajaran bahasa Indonesia dapat tercapai.
Secara umum strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Bila dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi juga bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.
Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Sanjaya, 2007:126). Sementara Subana (2003:16) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu rancangan atau pola yang digunakan untuk menentukan proses belajar mengajar.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan suatu rencana tindakan (rangkaian kegiatan) yang termasuk juga penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Strategi tersebut disusun untuk mencapai tujuan tertentu, artinya disini bahwa arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan, sehingga penyusunan langkah-langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Namun sebelumnya perlu dirumuskan suatu tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis akan membahas tentang strategi dan model pembelajaran yang merupakan salah satu untuk melatih siswa agar lebih terampil. Dalam makalah ini permasalahan yang akan dibahas adalah apakah yang dimaksud dengan strategi pembelajaran, apa sajakah jenis-jenis strategi pembelajaran, apakah yang dimaksud dengan model pembelajaran dan apa sajakah model-model pembelajaran.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan strategi dan model pembelajaran. Manfaat penulisan makalah ini yaitu setelah selesainya penulisan makalah ini diharapkan bisa bermanfaat bagi pembaca terutama bagi guru yang ingin mengetahui dan menerapkan strategi dan model pembelajaran dalam proses pembelajaran
II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Strategi Pembelajaran
Strategi diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Sanjaya, 2007:126). Sementara Subana (2003:16) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu rancangan atau pola yang digunakan untuk menentukan proses belajar mengajar.
Menurut Djamarah (2002:5-6) ada empat macam strategi dasar dalam belajar mengajar yang meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi serta menetapkan spesifikasi dan kualifikasi perubahan tingkah laku dan kepribadian anak didik sebagaimana yang diharapkan.
2. Memilih sistem pendekatan belajar mengajar berdasarkan aspirasi dan pandangan hidup masyarakat.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif sehingga dapat dijadikan pegangan oleh guru dalam menunaikan kegiatan mengajarnya.
4. Menetapkan norma-norma dan batas minimal keberhasilan atau kriteria serta standar keberhasilan dapat dijadikan pedoman oleh guru dalam melakukan evaluasi hasil kegiatan belajar mengajar yang selanjutnya akan dijadikan umpan balik buat penyempurnaan sistem instruksional yang bersangkutan secara keseluruhan.
Dari batasan di atas, dapat digambarkan bahwa ada empat pokok masalah yang sangat penting yang dapat dan harus dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar agar dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan.
1. Dapat dilihat bahwa apa yang dijadikan sebagai sasaran dari kegiatan
belajar mengajar. Sasaran yang dituju harus jelas dan terarah, oleh karena itu maka tujuan dari pengajaran yang dirumuskan harus jelas dan konkret, sehingga mudah dipahami oleh anak didik.
2. Memilih cara pendekatan belajar mengajar yang dianggap paling tepat
dan efektif untuk mencapai sasaran memiliki arti bahwa bagaimana cara seorang guru memandang suatu persoalan, konsep, pengertian dan teori apa yang harus digunakan oleh seorang guru dalam memecahkan masalah suatu kasus.
3. Memilih dan menetapkan prosedur, metode dan teknik belajar mengajar yang dianggap paling tepat dan efektif. Metode dan teknik penyajian untuk memotivasi anak didik agar mampu menerapkan pengetahuan dan pengalaman untuk memecahkan masalah.
4. Menerapkan norma-norma atau kriteria keberhasilan sehingga guru mempunyai pegangan yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai sampai sejauh mana keberhasilan tugas-tugas yang telah dilakukannya. Sehingga suatu program baru bisa diketahui keberhasilannya setelah dilakukan evaluasi. Sistem penilaian dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu strategi yang tidak bisa dipisahkan dengan strategi dasar yang lain.
2.2. Jenis-Jenis Strategi Pembelajaran
Menurut Sanjaya (2007:177–286) ada beberapa strategi pembelajaran yang harus dilakukan oleh seorang guru.
4. Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir merupakan strategi pembelajaran yang menekankan kepada kemampuan berpikir siswa. Dalam pembelajaran ini materi pelajaran tidak disajikan begitu saja kepada siswa, akan tetapi siswa dibimbing untuk proses menemukan sendiri konsep yang harus dikuasai melalui proses dialogis yang terus menerus dengan memanfaatkan pengalaman siswa.
Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaahan fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajarkan.
Dari pengertian di atas terdapat beberapa hal yang terkandung di dalam strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir. Pertama, strategi pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir, artinya tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran adalah bukan sekedar siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran, akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal. Kedua, telaahan fakta-fakta sosial atau pengalaman sosial merupakan dasar pengembangan kemampuan berpikir, artinya pengembangan gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari dan berdasarkan kemampuan anak untuk mendeskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, sasaran akhir strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan taraf perkembangan anak.
5. Strategi pembelajaran kooperatif
Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif yaitu (a) adanya peserta dalam kelompok, (b) adanya aturan kelompok, (c) adanya upaya belajar setiap kelompok, dan (d) adanya tujuan yang harus dicapai dalam kelompok belajar.
Strategi pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen), sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok tersebut menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.
7. Strategi pembelajaran afektif
Strategi pembelajaran afektif memang berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif dan keterampilan. Afektif berhubungan dengan nilai (value), yang sulit diukur, oleh sebab itu menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam diri siswa. Dalam batas tertentu memang afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi penilaiannya untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggung jawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus, dan hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan. Apabila menilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru di sekolah kita tidak bisa menyimpulkan bahwa sikap anak itu baik, misalnya dilihat dari kebiasaan berbahasa atau sopan santun yang bersangkutan, sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan keluarga. Strategi pembelajaran afektif pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konflik atau situasi yang problematis. Melalui situasi ini diharapkan siswa dapat mengambil keputusan berdasarkan nilai yang dianggapnya baik.
2.3. Definisi Model Pembelajaran
Menurut Subana (2003:16) model pengajaran adalah pola proses belajar mengajar yang menggambarkan proses penentuan dan penciptaan situasi khusus yang dapat menyebabkan siswa mampu berinteraksi dengan lingkungan sehingga terjadi perubahan tingkah laku.
Berdasarkan pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa model pengajaran adalah rencana atau pola pembelajaran yang menggambarkan proses penentuan sehingga siswa mampu berinteraksi dan terjadi perubahan tingkah laku pada dirinya.
2.4. Model Pembelajaran
Guru dalam mengajarkan bahasa ada tiga model yaitu menjelaskan sesuatu kepada peserta didik, melatihkan sesuatu kepada siswa dan melibatkan siswa di dalam suatu kegiatan berbahasa. (Purwo, 1997:19) Model pembelajaran ini mempunyai berbagai dampak bagi siswa. Pembelajaran dengan model yang pertama, yaitu guru menjelaskan sesuatu kepada siswa akan menyebabkan siswa lupa. Potensi untuk lupa akan terjadi karena guru tidak memberikan pengalaman belajar kepada siswa.
Pembelajaran dengan model yang kedua, yaitu guru melatihkan sesuatu kepada siswa menuntut siswa tekun mengulang-ulang mengerjakan bahan ajar sampai berkali-kali. Apabila siswa setelah diberi latihan berkali-kali masih saja belum bisa, guru terus saja melatihkan bahan yang sama itu. Hasil yang diharapkan dapat diraih dari latihan secara bertubi-tubi ini ialah supaya siswa akhirnya dapat menguasai bahan yang disiapkan guru. Bahan yang disiapkan oleh guru secara rapi dan sistematis itu, melalui banyak kali latihan, akhirnya akan dapat diingat dan melekat di benak siswa. Namun kegiatan latihan yang bertubi-tubi seperti ini dirasa membosankan tidak hanya bagi siswa tetapi juga bagi guru.
Guru yang melibatkan siswa untuk melakukan kegiatan berbahasa hanyalah berperan sebagai fasilitator pembuka jalan atau penyulut api saja bagi suatu kegiatan tertentu. Siswalah yang aktif menjalankan kegiatan ini. Model ini akan membawa dampak yang bagus pada diri siswa, yaitu siswa lebih memahami, mendalami, dan mampu menerapkan dalam berbagai situasi. Hal ini terjadi karena siswa diberi pengalaman belajar dan ruang yang sangat luas untuk mengekspresikan pembelajaran.
Dalam model guru melibatkan siswa untuk melakukan kegiatan berbahasa tidak menekankan pada hasil kegiatan tetapi lebih mementingkan proses mengalami sendiri kegiatan berbahasa tersebut. Guru tidak terpaku pada bahan yang dipersiapkan sebelumnya tetapi siap untuk menyesuaikan diri dengan minat kebutuhan siswa dan keadaan kelas. Dengan model pembelajaran yang ketiga ini dirasa pembelajaran lebih berhasil dan berarti bagi siswa dalam mengembangkan segala kemampuan dalam dirinya. Model ini lebih dikenal dengan pendekatan komunikatif. Di bawah ini ada beberapa contoh model pembelajaran
1. Model Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD)
Model Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan lain-lain).
2. Guru menyajikan pelajaran.
3. Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok. Anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5. Memberi evaluasi.
6. Kesimpulan.
2. Model Pembelajaran Jigsaw
Metode jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa bukanlah seorang guru yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan pembelajaran. Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, keterampilan belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian. Adapun langkah-Langkahnya adalah.
1. Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim.
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.
3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka.
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
7. Guru memberi evaluasi.
3. Model Pembelajaran Problem Based Introduction (PBI)
Problem based introduction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah otentik. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang dibutuhkan. Memotivasi siswa untuk terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dan lain-lain.)
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap eksperimen mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
4. Model Pembelajaran Artikulasi
Model pembelajaran artikulasi adalah proses pesan berantai, artinya apa yang telah diberikan guru, seorang siswa wajib meneruskan
menjelaskannya pada siswa lain (pasangan kelompoknya). Pada model ini
siswa dituntut untuk bisa berperan sebagai penerima pesan sekaligus berperan sebagai penyimpan pesan. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru menyajikan materi sebagaimana biasa.
3. Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang.
4. Menugaskan salah satu siswa dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya.
5. Menugaskan siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya.
6. Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa.
7. Kesimpulan/penutup.
5. Model Pembelajaran Mind Mapping
Model pembelajaran mind mapping adalah cara untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh
siswa dan sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif
jawaban.
3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang.
4. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi.
5. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru.
6. Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi perbandingan sesuai konsep yang disediakan guru.
6. Model Pembelajaran Make A Match
Model Pembelajaran make a match artinya model pembelajaran mencari pasangan. Setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran make a match akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan. Adapun langkah-Langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban.
2. Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3. Tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang.
4. Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal jawaban).
5. Setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin.
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya.
7. Demikian seterusnya.
8. Kesimpulan/penutup.
7. Model Pembelajaran Think Pair and Share
Model pembelajaran think pair and share adalah guru mengajukan pertanyaan atau isu dan meminta setiap siswa memikirkan jawaban atau penjelasannya. Selanjutnya, siswa diarahkan untuk berpasangan dan mendiskusikan jawaban atau penjelasan tadi. Pasangan siswa akhirnya diminta menyampaikan kepada seluruh siswa secara klasikal hal yang telah didiskusikan dalam pasangan mereka. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai.
2. Siswa diminta untuk berpikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru.
3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing.
4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya.
5. Berawal dari kegiatan tersebut, Guru mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa.
6. Guru memberi kesimpulan.
7. Penutup.
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembelajaran yang bermutu dan berkesan sepanjang hayat oleh siswa adalah pembelajaran yang berarti bagi pembelajarnya yaitu siswa. Guru sebagai manusia dewa harus memperlakukan siswa dengan baik. Kebutuhan siswa sangat perlu diketahui oleh guru. Berhasil tidaknya sebuah pembelajaran tergantung dari pendekatan yang digunakan guru, materi/ kompetensi yang dibutuhkan oleh siswa, dan sarana prasarana untuk pembelajaran.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, S.B. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwo, Bambang Kaswanti. 1997. Pokok-Pokok Pengajaran Bahasa dan
Kurikulum1994: Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Subana, M. 2003. Strategi Belajar Mengajar Bahasa Indonesia: Berbagai Pendekatan, Metode Teknik, dan Media Pengajaran. Bandung: Pustaka Setia.
AKSIOLOGI :
ILMU, MORAL, TANGGUNG JAWAB SOSIAL ILMUAN, DAN REVOLUSI
GENETIKA
A.Pendahuluan
Ilmu merupakan sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan
ilmu semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara cepat dan
mudah. Dan merupakan kenyataan yang tak dapat dimungkiri bahwa peradaban
manusia sangat berhutang pada ilmu. Ilmu telah banyak mengubah wajah dunia
seperti hal memberantas penyakit, kelaparan, kemiskinan, dan berbagai wajah
kehidupan yang sulit lainnya. Dengan kemajuan ilmu juga manusia bisa merasakan
kemudahan lainnya seperti transportasi, pemukiman, pendidikan, komunikasi, dan
lain sebagainya. Singkatnya ilmu merupakan sarana untuk membantu manusia dalam
mencapai tujuan hidupnya.
Suriasumantri (2000:231) mengemukakan dewasa ini ilmu bahkan sudah
berada diambang kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia
itu sendiri. Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai
tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu
sendiri. Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan
masalah-masalah moral namun dalam perspektif
atau pandangan yang berbeda.
Darsono (2010:247) mengemukakan moral adalah sistem
nilai (sesuatu yang dijunjung tinggi)
yang berupa ajaran (agama) dan paham (ideologi)sebagai pedoman untuk bersikap
dan bertindak baik yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Tujuan
moral adalah mengarahkan sikap dan perilaku manusia agar menjadi baik sesuai
dengan ajaran dan paham yang dianutnya.
Manfaat moral adalah menjadi pedoman
untuk bersikap dan bertindak atau berperilaku dalam interaksi sosial
yang dinilai baik atau buruk. Tanpa memiliki moral, seseorang akan bertindak
menyimpang dari norma dan nilai sosial dimana mereka hidup dan mencari
penghidupan.
Tanggung jawab sosial ilmuan adalah suatu
kewajiban seorang ilmuwan untuk mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian
permasalahan sosial tersebut. Tanggung jawab merupakan hal yang ada pada setiap
makhluk hidup. Hal demikian dapat dilihat pada manusia yang menunjukkan
tanggung jawabnya dengan merawat dan mendidik anaknya sampai dewasa. Tanggung
jawab terdapat juga pada bidang yang ditekuni oleh manusia, seperti negarawan,
budayawan, dan ilmuan. Tanggung jawab tidak hanya menyangkut subjek dari
tanggung jawab itu sendiri, seperti makhluk hidup atau bidang yang ditekuni
oleh manusia akan tetapi juga menyangkut objek dari tanggung jawab, misalnya
sosial, mendidik anak, memberi nafkah
dan sebagainya (http://iqbalsatu.blogspot.com/2011/10/
tanggung-jawab-sosial-ilmuan-html).
Suriasumantri
(2005:253) mengemukakan pengertian revolusi genetika merupakan babakan baru
dalam sejarah keilmuan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh
manusia sebagai obyek penelaahan itu sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa
sebelumnya tidak pernah ada penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan jasad
manusia, namun penelaahan ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan
teknologi, dan tidak membidik secara langsung manusia sebagai obyek penelaahan.
Dalam
makalah ini akan dibahas tentang :
- Hubungan antara
ilmu dan moral
- Tanggung jawab
ilmuan di masyarakat
B. Pembahasan
1.Ilmu
Ihsan
(2010:57) mengemukakan kata ilmu berasal dari bahasa Arab (alima) dan berarti
pengetahuan. Pemakaian kata itu dalam bahasa Indonesia kita ekuivalenkan dengan
istilah science. Science berasal dari bahasa latin scio, scire, yang juga
berarti pengetahuan.
Berdasarkan kedua
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang
disusun secara sistematis, konsisten, dan kebenarannya telah diuji secara
empiris.
Kasmadi (dikutip Ihsan, 2010:115--116) mengemukakan sifat ilmiah dalam
ilmu dapat diwujudkan, apabila dipenuhi syarat-syarat yang intinya adalah
sebagai berikut.
- Ilmu harus
mempunyai objek, berarti kebenaran yang hendak diungkapkan dan dicapai
adalah persesuaian antara pengetahuan dan objeknya
- Ilmu harus
mempunyai metode, berarti untuk mencapai kebenaran yang objektif, ilmu
tidak dapat bekerja tanpa metode yang rapi
- Ilmu harus
sistematik, berarti dalam memberikan pengalaman, objeknya dipadukan secara
harmonis sebagai suatu kesatuan yang teratur
4. Ilmu bersifat universal, berarti kebenaran
yang diungkapkan oleh ilmu tidak bersifat khusus melainkan berlaku umum
2.Moral
Surajiyo (2009:147) mengemukakan moral berasal dari kata Latin mos jamaknya mores yang berarti adat atau cara hidup. Etika dan moral sama
artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau
moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai. Adapun etika dipakai
untuk pengkajian sistem nilai yang ada. Sementara itu Ihsan (2010:271)
menyebutkan Kata moral dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang melahirkan etika. Sebagai cabang filsafat, etika sangat
menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat nilai (takaran, harga, angka
kepandaian, kadar/mutu, sifat-sifat yang penting/berguna) dan moral tersebut
serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral
itu. Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat disimpulkan pengertian dari moral
adalah Moral merupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia
yang terkait dengan nilai-nilai baik dan buruk.
3. Tanggung Jawab Ilmuan
Jika dinyatakan bahwa ilmu
bertanggung jawab atas perubahan sosial, maka hal itu berarti (1) ilmu telah
mengakibatkan perubahan sosial dan juga (2) ilmu
bertanggung jawab atas sesuatu yang bakal terjadi. Jadi tanggung jawab tersebut
bersangkut paut dengan masa lampau dan juga masa depan. Yang perlu diperhatikan
ialah bahwa apa yang telah terjadi sebenarnya tidak mutlak harus terjadi dan
apa yang bakal terjadi tidak perlu terjadi; hal itu semata-mata bergantung
kepada keputusan manusia sendiri (Ihsan, 2010: 281).
Menurut Abbas Hama (dikutip Surajiyo, 2008:153) Para
ilmuan sebagai orang yang professional dalam bidang keilmuan sudah barang tentu
mereka juga memiliki visi moral, yaitu moral khusus sebagai ilmuan. Moral
inilah didalam filsafat ilmu disebut juga sebagai sikap ilmiah. Menurut Abbas (dikutip Surajiyo, 2008:156) sedikitnya ada enam sikap ilmiah yang perlu dimiliki
oleh para ilmuan yaitu :
1. Tidak ada rasa pamrih
(disinterstedness), artinya suatu sikap diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang objektif dengan
menghilangkan pamrih atau kesenangan pribadi.
2. Bersikap selektif, yaitu suatu sikap yang
tujuannya agar para ilmuan
Mampu mengadakan pemilihan terhadap segala sesuatu yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang beragam, metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya atau cara penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing menunjukkan akurasinya.
Mampu mengadakan pemilihan terhadap segala sesuatu yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang beragam, metodologi yang masing-masing menunjukkan kekuatannya atau cara penyimpulan yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing menunjukkan akurasinya.
3. Adanya rasa percaya yang layak baik terhadap
kenyataan maupun
terhadap alat-alat indra serta budi (mind).
terhadap alat-alat indra serta budi (mind).
4. Adanya sikap yang mendasar pada suatu
kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti (conviction) bahwa setiap pendapat
atau teori yang terdahulu telah mencapai kepastian.
5. Adanya suatu kegiatan rutin bahwa seorang
ilmuan harus selalu tidak puas terhadap penelitian yang telah dilakukan,
sehingg selalu ada dorongan untuk riset dan riset sebagai aktivitas yang
menonjol dalam hidupnya.
6. Harus
memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk mengembangkan ilmu
untuk kemajuan ilmu dan untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk
pembangunan bangsa dan negara.
Proses
menemukan kebenaran secara ilmiah mempunyai implikasi etis bagi seorang ilmuan.
Karakteristik proses tersebut merupakan kategori moral yang melandasi sikap
etis seorang ilmuan. Kegiatan intelektual yang meninggikan kebenaran sebagai
tujuan akhirnya mau tidak mau akan mempengaruhi pandangan moral. Kebenaran
berfungsi bukan saja sebagai jalan pikirannya namun seluruh jalan hidupnya.
Dalam usaha masyarakat untuk menegakkan kebenaran inilah maka seorang ilmuwan
terpanggil oleh kewajiban sosialnya, bukan saja sebagai penganalisis materi
kebenaran tersebut namun juga sebagai prototipe moral yang baik (Suriasumantri, 2000: 244).
4. Revolusi
Genetika
Ilmu dalam perspektif sejarah
kemanusiaan mempunyai puncak kecemerlangan masing-masing, namun seperti kotak
Pandora yang terbuka, kecemerlangan itu sekaligus membawa malapetaka. Kimia
merupakan kegemilangan ilmu yang pertama yang dimulai sebagaikegiatan pseudo-ilmiah yang bertujuan mencari
obat mujarab untuk hidup abadi dan rumus campuran kimai auntuk mendapatkan
emas. Setelah itu menyusul fisika yang mencari kulminasi pada teori fisika
nuklir. Dan sekarang kita di ambang kurun genetika dengan awal revolusi di
bidang genetika (Suriasumantri, 2000: 253).
Revolusi genetika merupakan
babakan baru dalam sejarah keilmuwan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak
pernah menyentuh manusia sebagai objek penelaahan itu sendiri dan tidak
membidik secara langsung manusia sebagai objek penelaahan. Dengan penelitian
genetika maka masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak lagi menelaah
organ-organ manusia dalam upaya untuk menciptakan teknologi yang memberikan
kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri. Apakah
perubahan yang dilakukan secara moral dapat dibenarkan? (http://rismatp11.blogspot.com/2011/11/aksiologi-ilmu-dan-moral-tanggung-jawab.html).
Penemuan dalam riset genetika akan dipergunakan dengan
itikat baik untuk keluhuran manusia. Bagaimana sekiranya penemuan ini jatuh
kepada pihak yang tidak bertanggung jawab dan mempergunakan penemuan ilmiah ini
untuk kepentingannya sendiri yang bersifat destruktif? Garansi apa yang biasa diberikan bahwa pengetahuan ini tidak akan
dipergunakan untuk tujuan-tujuan seperti itu? Melihat permasalahan genetika
dari sudut ini makin meyakinkan kita bahwa akan lebih banyak keburukannya
dibandingkan dengan kebaikannya sekiranya hakikat kemanusiaan itu sendiri mulai
dijamah (Suriasumantri, 2000: 255).
C.Hubungan antara Ilmu dan Moral
Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri
bahwa peradaban manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi. Berkat
kemajuan dalam bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan
secara lebih cepat dan lebih mudah disamping penciptaan berbagai kemudahan
dalam bidang-bidang seperti kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan, dan
komunikasi (Suriasumantri, 2000:229).
Jujun
S. Suriasumantri (dikutip Ihsan, 2010:273) Perkembangan ilmu, sejak
pertumbuhannya diawali dan dikaitkan dengan sebuah kebutuhan kondisi realitas
saat itu. Pada saat terjadi peperangan atau ada keinginan manusia untuk
memerangi orang lain, maka ilmu berkembang, sehingga penemuan ilmu bukan saja
ditujukan untuk menguasai alam melainkan untuk tujuan perang, memerangi semua
manusia dan untuk menguasai mereka. Di pihak lain, perkembangan dan kemajuan
ilmu sering melupakan kedudukan atau faktor manusia. Penemuan ilmu semestinya
untuk kepentingan manusia, jadi ilmu yang menyesuaikan dengan kedudukan
manusia, namun keadaan justru sebaliknya yaitu manusialah yang akhirnya harus
menyesuaikan diri dengan ilmu.
Jadi
ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan kemungkinan
mengubah hakikat kemanusiaan. Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu
manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat
kemanusiaan. Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai
tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan hidup itu sendiri.
D.Tanggung Jawab Ilmuwan di Masyarakat
Suriasumantri
(2000:237) mengemukakan Ilmu merupakan hasil karya perseorangan yang
dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh masyarakat. Penciptaan ilmu
bersifat individual namun komunikasi dan penggunaan ilmu adalah bersifat
sosial. Kreativitas individu yang didukung oleh sistem komunikasi sosial yang
bersifat terbuka menjadi proses pengembangan ilmu yang berjalan secara efektif.
Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab sosial, bukan saja karena dia adalah
warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat
namun yang lebih penting adalah karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam
kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan tidak berhenti pada
penelaahan dan keilmuan secara individual namun juga ikut bertanggung jawab
agar produk keilmuan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Jika
dinyatakan bahwa ilmu bertanggung jawab atas perubahan sosial, maka hal itu
berarti ilmu telah mengakibatkan perubahan sosial dan juga ilmu bertanggung
jawab atas sesuatu yang bakal terjadi. Jadi tanggung jawab tersebut bersangkut
paut dengan masa lampau dan juga masa depan (Ihsan, 2010:281).
Ilmuan berdasarkan pengetahuannya memiliki
kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi. Umpamanya saja apakah yang
akan terjadi dengan ilmu dan teknologi kita di masa depan berdasarkan proses
pendidikan keilmuan sekarang. Dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan
juga harus dapat mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang
seyogyanya mereka sadari (Suriasumantri,
2000:241).
Tanggung
jawab ilmu atas masa depan pertama-tama menyangkut usaha agar segala sesuatu
yang terganggu oleh campur tangan ilmu bakal dipulihkan kembali. Campur tangan
ilmu terhadap masa depan bersifat berat sebelah, karena sekaligus tertuju
kepada keseimbangan dalam alam dan terhadap keteraturan sosial. Gangguan
terhadap keseimbangan alam misalnya pembasmian kimiawi terhadap hama tanaman,
sistem pengairan, dan sebagainya. Perlu diingat bahwa keberatsebelahan itu
sebenarnya bukan hanya karena tanggung jawab ilmu saja, melainkan juga oleh
manusia sendiri (Ihsan, 2010: 282).
Seorang
ilmuan pada hakikatnya adalah manusia yang biasa berpikir dengan teratur dan
teliti. Bukan saja jalan pikirannya mengalir melalui pola-pola yang teratur
namun juga segenap materi yang menjadi bahan pemikirannya dikaji dengan teliti.
Seorang ilmuan tidak menolak atau menerima sesuatu begitu saja tanpa suatu
pemikiran yang cermat. Disinilah kelebihan seorang ilmuan dibandingkan dengan
cara berpikir seorang awam (Suriasumantri, 2000 : 243).
Untuk memahami ihwal tanggung jawab manusia ,
kiranya baik juga diketengahkan dengan singkat alam pikiran Yunani Kuno.
Menurut alam pikiran Yunani Kuno, ilmu adalah theoria, sedangkan keteraturan
alam dan keteraturan masyarakat selalu menurut kodrat Ilahi. Setiap keteraturan
adalah keteraturan ilahi dan alam (karena mempunyai keteraturan) bahkan
dianggap sebagai Ilahi atau sebagai hasil pengaturan Ilahi (Ihsan, 2010: 285).
Di
bidang etika tanggung jawab sosial seorang ilmuan bukan lagi memberikan
informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil di depan bagaimana caranya
bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik, menerima pendapat orang lain,
kukuh dalam pendirian yang dianggapnya benar, dan kalau perlu berani mengakui
kesalahan. Pengetahuan yang dimilikinya merupakan kekuatan yang akan memberinya
keberanian. Demikian juga dalam masyarakat yang sedang membangun maka dia harus
bersikap sebagai seorang pendidik dengan memberikan suri teladan (Suriasumantri,
2000: 244).
Jadi
bila kaum ilmuan konsekuen dengan pandangan hidupnya, baik secara intelektual
maupun secara moral , maka salah satu penyangga masyarakat modern akan berdiri
dengan kukuh. Berdirinya pilar penyangga keilmuan itu merupakan tanggung jawab
sosial seorang ilmuan.
Tanggung
jawab juga menyangkut penerapan
nilai-nilai etis setepat-tepatnya bagi ilmu di dalam kegiatan praktis dan upaya
penemuan sikap etis yang tepat, sesuai dengan ajaran tentang manusia dalam
perkembangan ilmu.
E.Kesimpulan
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Moral adalah
sistem nilai (sesuatu yang dijunjung tinggi) yang berupa ajaran (agama) dan
paham (ideologi) sebagai pedoman untuk bersikap dan bertindak baik yang
diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya. Jadi hubungan antara ilmu dan
moral adalah sangat erat bahwa setiap usaha manusia untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman dari berbagai segi harus berpedoman pada ajaran agama dan paham ideologi dalam
bersikap dan bertindak. Sementara itu tanggung jawab ilmuwan di masyarakat adalah
suatu kewajiban seorang ilmuan untuk mengetahui masalah sosial dan cara
penyelesaian permasalahan sosial tersebut. Seorang ilmuan mempunyai tanggung
jawab sosial, bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya
terlibat secara langsung di masyarakat namun yang lebih penting adalah karena
dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya
selaku ilmuan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual
namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Ihsan,
Fuad. 2010. Filsafat Ilmu, Jakarta :
Rineka Cipta.
Prawironegoro,
Darsono. 2010. Filsafat Ilmu Pendidikan.
Jakarta : Nusantara
Consulting.
Surajiyo.
2009. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya
di Indonesia. Jakarta :
Bumi Aksara.
Suriasumantri, Jujun S. 2000. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta:
Pustaka
Sinar Harapan.
Langganan:
Postingan (Atom)